4 Oct 2010

Cita-cita Anak Desa

Saya ingin berbagi cerita kepada teman-teman pembaca, cerita tentang cita-cita. Ebit G Ade dalam salah satu judul lagunya yaitu "Cita-cita Kecil Si Anak Desa" telah menginspirasi saya untuk memberikan judul pada tulisan saya dengan judul "Cita-cita Anak Desa", dari judulnya terlihat mirip, namun berbeda. Sama juga dengan isinya, mirip namun berbeda.

Cerita ini saya mulai ketika saya masih duduk di kelas 3 MI(SD), kenapa di mulai dari kelas 3 MI, sebab saat itu adalah masa dimana otak saya mulai mampu menyimpan memori-memori kenangan, lebih banyak dan lebih akurat dibanding pada umur dibawah kelas 3 MI.

Ayah dan ibu saya adalah seorang petani, kakek nenek bahkan buyutpun merasakan sengatan matahari dihamparan petak sawah pertanian. Bisa dibilang bahwa darah yang mengalir pada diri saya adalah darah petani, dan ternyata gen petani telah mempengaruhi dalam setiap pemikiran, tingkah laku, dan juga cita-cita.

Petani adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia, sebab tanpa adanya petani niscaya kita akan kesulitan untuk makan, maksud saya bukan petani adalah pencipta makanan dalam arti sesungguhnya, karena kita tahu, semua adalah dari Tuhan. Namun jika kita melihat dari sudut pandang Sosiologi tentunya kita akan sepakat bahwa petani mempunyai jasa yang besar dalam menggerakkan roda kehidupan di masyarakat.

Meskipun sangat mulia tetapi kebanyakan orangtua yang menjabat sebagai petani, mencoba mengarahkan anak-anaknya untuk jauh dari pekerjaan petani. Saya yakin para orangtua itu tidak menganggap bahwa pekerjaan petani itu nista, tapi lebih cenderung disebabkan kerasnya hidup disawah dan juga tidak seimbangnya tatanan perkonomian di negeri kita sehingga menjadikan para petani sebagai kaum yang terdholimi sebab antara pekerjan dan hasil kerja yang sangat tidak memuaskan, dan jauh dari keadilan.

Saya mungkin salah satu dari sekian banyak anak petani yang diarahkan oleh para orangtua petani untuk merubah haluan mencari jalan lain, ibarat dari jalan yang berlumpur kejalan yang beraspal. Sebagaimana seperti yang saya ungkapkan di awal tadi, bahwa gen petani telah merasuk dan menguasai sebagian besar dari dairi saya, sehingga meskipun saya diarahkan untuk menjauh dari petani, namun saya tidak bisa.

Yah... benar, cita-cita saya adalah menjadi seorang petani. Sebelumnya saya ingin minta maaf kepada kedua orang tua saya, juga orang-orang dekat saya yang menginginkan saya menjadi orang yang "lebih baik" dari petani.

Sejujurnya cita-cita menjadi seorang petani memang cita-cita saya sejak kecil, sejak saya mempunyai cita-cita. Semula saya menganggap bahwa cita-cita ini hanyalah cita-cita monyet, mengambil dari istilah cinta monyet cita-cita monyet bisa bermakna cita-cita yang tidak mempunyai substansi dan hanya dilakukan oleh anak-anak. Anehnya hingga saya dewasa bahkan sampai saya berkeluarga dan punya anak, cita-cita itu tetap melekat pada jiwa.

Adalah sebuah kenyataan bahwa saat ini (2010) pekerjaan saya bukan petani, namun Cleaning Service, bukan berarti saya telah menghianati cita-cita yang selama ini menghiasi otak saya sejak kecil hingga sekarang, namun pekerjaan ini lebih dikarenakan keadaan. Dimana saya sedang Berada di luar negeri dan kebetulan Allah memberikan jalan rizki saya lewat pekerjaan ini.

Saya sadar bahwa suatu saat saya akan meninggalkan pekerjaan sebagai cleaning service seiring dengan kepulangan saya ke tanah air Indonesia dan akhirnya menggapai cita-cita saya sebagai seorang petani, dan saya sadar pula bahwa saya harus mensyukuri rizki yang telah diberikan oleh Allah lewat pekerjaan cleaning service.

Cita-cita yang sederhana bukan, memang cita-cita yang sangat sederhana, ditambah lagi nantinya saya akan hidup dengan keluarga di sebuah rumah di pinggiran desa, tepatnya di ujung timur sebuah desa. Tenang, indah dan hijau.

Semua itu tersa lebih indah ketika ayam-ayam jantan yang saya pelihara di belakang rumah tidak pernah bosan membangunkan saya sekeluarga bahkan para tetangga, ketika fajar tiba. Suaranya yang nyaring terdengar saling bersahutan dengan suara adzan subuh di masjid yang tak jauh dari rumah saya.

Sangat menentramkan, dan ketika matahari pagi mulai menampakkan diri kamilah orang yang pertama kali menyapanya dibanding orang sedesa yang lainnya, sebab rumah kami adalah rumah yang paling timur. Ayam-ayam pun bergegas menuju tempat biasa, tempat saya menaruh makanannya, tak peduli tua muda bahkan anak-anak berebut mengambil jatahnya.

Setelah itu sarapan pagi kami yang telah dibuat istri adalah masakan yang hampir seluruh bahannya diambil dari apa yang saya tanam dan dari apa yang saya pelihara. ada bayam, kangkung, daun ketela, apa saja sayur mayur ada di samping rumah saya. mau daging, tinggal menangkap ayam dikandang belakang, mau ikan, ada lele di kolam dekat sumur. Nikmatnya hidup di desa.

Setelah semua pekerjaan pagi selesai dan anak-anakpun sudah berangkat sekolah, sekarang giliran saya untuk mengolah tanah basah yang ada di sawah kemudian menanaminya dengan padi yang kelak akan menghasilkan miliaran bahkan triliunan butir padi. Yang akan menjadi sumber tenaga para pekerja menjadi sumber kekuatan para ilmuan dan menjadi sumber pemikiran yang menghasilkan kebijakan bagi para negarawan.

Padi yang ditanam oleh tangan yang biasa dibasuh wudlu oleh embun yang suci nan jernih, semoga bisa menghasilkan padi yang berkah, sehingga akan menjadikan siapapun yang memakannya menghasilkan sesuatu yang wah.

Sekedar informasi, dan boleh juga di resapi, kita hidup di dunia ini hanyalah sementara, dimana harta hanyalah sebuah teman dalam mengarungi kehidupan, yang kelak ketika kita sudah sampai pada masa malaikat maut menjemput harta akan kita tinggalkan. Sebuah hal yang wajar jika orang ingin kaya, namun kaya menurut saya bukan banyaknya harta yang kita punya, tapi berpa banyak harta yang kita berikan secara cuma-cuma kepada mereka yang lebih membutuhkannya, karena memberi itu menenangkan hati. Ditambah lagi, jika kita sibuk mencari harta sehingga waktu kita habis begitu saja, saya rasa anda akan menyesal di hari tua, sebab kasih sayang yang anda berikan kepada keluarga tak sebanding dengan waktu yang anda gunakan untuk memperbanyak harta.

Kiranya dari sedikit imajinasi yang insya Allah hakiki, kawan-kawan pembaca mampu menangkap isyarat yang saya sampaikan, akan cita-cita yang ingin saya wujudkan. Cukup sampai disini dulu, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk sekedar membaca tulisan sampah ini.

Saya mencoba berdedikasi pada pertanian dengan mengelola blog tentang petani
Comments
2 Comments